Yogyakarta

yogyakarta

Semua pakaian dan barang miliknya yang tidak seberapa telah rapi dikemas dalam satu kopor dan sebuah tas ransel. Tak hentinya Hanung bertanya dalam hati, kenapa dia harus pergi saat ia merasa telah menemukan rumahnya, ketika terdengar ketukan di pintu kamar. Wajah Bu Aini, kepala panti asuhan muncul ketika ia dengan enggan membuka pintu. Dari senyum samar yang tersungging di wajah Bu Aini, Hanung bisa menangkap pernyataan bahwa hal ini tidak dapat diubahnya lagi. Dia harus pergi. Pergi meninggalkan semua tawa dan cinta yang telah menjadi bagian hidupnya dalam delapan bulan terakhir ini, sejak ia diambil dari kolong jembatan setelah kematian ibunya yang menjadi satu-satunya keluarga yang Hanung miliki.

Di dalam mobil yang akan membawa mereka ke Stasiun Gambir, telah menunggu Bu Rima dari Dinas Sosial. Ketika mobil mulai bergerak meninggalkan pekarangan panti asuhan, Hanung menoleh, melihat melalui kaca belakang, memandang wajah-wajah yang menghiasai hidupnya, yang melambai padanya tanpa henti sampai mereka tak tampak lagi. Ia merasa telah direnggut dari rumahnya.

Teringat padanya apa yang dikatakan Bu Aini malam itu bahwa mereka telah menemukan seorang pria yang mirip dengannya. Yang menangis berkata dia tidak pernah tahu tentang anak laki-laki dalam foto yang mereka tunjukkan padanya. Yang mengakui bahwa ia telah melakukan banyak kesalahan di usia mudanya. Yang mengaku rela melakukan apapun demi mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki semua kesalahan itu.

Bu Aini berkata, "Nak, kami yakin telah menemukan ayahmu, di Yogyakarta."


Ketika kereta mulai bergerak meninggalkan Stasiun Gambir, berjuta pertanyaan melintas di kepala Hanung. Siapa namanya? Seperti apa wajahnya? Apakah dia seperti pria yang selalu ia bayangkan?

Bu Rima menangkap kegelisahan Hanung yang duduk disebelahnya dan berkata, "Kami telah menemukan seorang pria yang mirip denganmu. Yang menangis berkata dia tidak pernah tahu tentang anak laki-laki dalam foto yang kami tunjukkan padanya. Yang mengakui bahwa ia telah melakukan banyak kesalahan di usia mudanya. Yang mengaku rela melakukan apapun demi mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki semua kesalahan itu."

Bu Rima tersenyum, "Nak, ini saatnya untuk bertemu dengan ayahmu, di Yogyakarta."

Tinggal satu kelokan lagi dan Hanung menghela nafasnya dalam-dalam sampai taksi mereka berhenti di rumah kelima di sisi kiri jalan itu. Dari balik kaca taksi dengan jelas ia melihat airmata membuncah dari seorang pria yang telah menunggu di halaman. Hanung turun dari taksi dengan ragu-ragu.

Pria itu menghapus airmatanya dan mengganti wajah khawatirnya dengan senyuman lalu berkata, "Akulah pria yang mirip denganmu. Yang menangis berkata aku tidak pernah tahu tentang anak laki-laki dalam foto yang mereka tunjukkan padaku. Yang mengakui bahwa aku telah melakukan banyak kesalahan di usia mudaku. Yang mengaku rela melakukan apapun demi mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki semua kesalahan itu."

Pria itu memeluk tubuh Hanung erat-erat, "Nak, kamu telah bertemu dengan ayahmu. Selamat datang di rumahmu, di Yogyakarta."

0 Response to "Yogyakarta"

Posting Komentar